KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
TUGAS GEOLOGI BATUAN KARBONAT
LINGKUNGAN PENGENDAPAN LAUT DALAM
OLEH
KELOMPOK 4:
ISWANDY UTAMA
ABDUL MANAF
FATRA MARCO
CHRISTOVER RARUK PAWA
MAKASSAR
2011
Daerah
laut yang merupakan lingkungan pengendapan laut dalam
1.
Lembah dasar laut (Continental Slope and rise)
Continental slope merupakan lembah
yang menghubungkan continental crust dengan oceanic crust namun masih dianggap
sebagai bagian dari continental crust, bermula dari continental break hingga
mencapai oceanic basin sebagai continental rise.Ujung dari continental slope
dengan topografi kembali landai menjelang oceanic basin tempat sedimen
dari turbidity currrent terendapkan
disebut continental rise. Sedimentasi yang terus menerus pada continental rise
dapat membentu submarin fan. Perpindahan material sedimen tersuspensi di bawah
laut karena pengaruh gravitasi ini disebut turbidity current.
Ada
enam faktor yang mempengaruhi proses sedimentasi pada lingkungan shelf
(Reading, 1978), yaitu :
·
kecepatan dan tipe suplai sedimen
·
tipe dan intensitas dari hidrolika
regime shelf
·
fluktuasi muka air laut
·
iklim
·
interaksi binatang – sedimen
·
faktor kimia
Pasir
shelf modern sebagian besar (70%) adalah berupa relict sedimen, meskipun
kadang-kadang daerah shelf ini menerima secara langsung suplai pasir dari luar
daerah, seperti dari mulut sungai pada saat banjir dan dari pantai pada saat
badai (Drake et al, 1972 dalam Reading, 1978). Endapan sedimen pada lingkungan
shelf modern umumnya sangat didominasi oleh lumpur dan pasir, meskipun
kadang-kadang dijumpai bongkah-bongkah relict pada beberapa daerah.
Ada
empat tipe arus (current) yang mempengaruhi proses sedimentasi pada daerah
shelf (Swift et al, 1971 dalam Boggs, 1995), yaitu :
·
Arus tidal
·
Arus karena badai (storm)
·
Pengaruh gangguan arus lautan
·
Arus density
Sehingga
berdasarkan pada proses yang mendominasinya, lingkungan shelf ini secara dibagi
menjadi dua tipe (Nichols, 1999), yaitu shelf didominasi tidal (tide dominated
shelves) dan shelf didominasi badai (storm dominated shelves). Pada lingkungan
shelf modern pada umumnya tidak ada yang didominasi oleh pengaruh arus density.
Shelf yang
didominasi oleh arus tidal ditandai dengan kehadiran tidal dengan kecepatan
berkisar dari 50 sampai 150 cm/det (Boggs, 1995). Sedangkan Reading (1978)
mengungkapkan bahwa beberapa shelf modern mempunyai ketinggian tidal antara 3 –
4m dengan maksimum kecepatan permukaan arusnya antara 60 sampai >100 cm/det.
Endapan yang khas yang dihasilkan pada daerah dominasi pasang surut ini adalah
endapan-endapan reworking in situ berupa linear ridge batupasir (sand ribbons),
sand waves (dunes), sand patches dan mud zones. Orientasi dari sand ridges
tersebut umumnya paralel dengan arah arus tidal dengan kemiringan pada daerah
muka sekitar 50. Umumnya batupasir pada shelf tide ini ditandai dengan
kehadiran cross bedding baik berupa small-scale cross bedding ataupun ripple
cross bedding. Shelf yang didominasi storm dicirikan dengan kecepatan
tidal yang rendah (<25 m/det). Pada daerah ini biasanya sangat sedikit
terjadi pengendapan sedimen berbutir kasar, kecuali pada saat terjadi badai
yang intensif. Kondisi storm dapat mempengaruhi sedimentasi pada
kedalaman 20 – 50 m. pada saat terjadi badai, daerah shelf ini menjadi
area pengendapan lumpur dari suspensi. Material klastik berbutir halus dibawa
menuju daerah ini dari mulut sungai dalam kondisi suspensi oleh geostrphik dan
arus yang disebabkan angin (Nichols, 1999). Storm juga dapat mengakibatkan
perubahan (rework) pada dasar endapan sedimen yang telah diendapkan
terlebih dahulu. Pada suksesi daerah laut dangkal dengan pengaruh storm
akan dicirikan dengan simetrikal (wave) laminasi bergelombang (ripple),
hummocky dan stratifikasi horisontal yang kadang-kadang tidak jelas terlihat
karena prose bioturbasi.
Lereng benua (continental
slope) dan continental rise merupakan perpanjangan dari shelf break.
Kedalaman lereng benua bermula dari shelf break dengan kedalaman rata-rata 130
m sampai dengan 1500-4000 m. Kemiringan pada lereng benua ini sekitar 40,
walaupun ada variasi pada lingkungan delta (20) dan pada lingkungan
koral (450) (Boggs, 1995). Sedangkan kemiringan pada continental
rise biasanya lebih kecil dibandingkan kemiringan pada lereng benua. Karena
lerengnya yang cukup curam dibandingkan paparan, pada lereng benua ini sering
merupakan daerah dari pergerakan arus turbidit. Continental rise biasanya tidak
akan ada pada daerah convergen atau aktif margin dimana subduksi berlangsung. Morfologi
pada lereng benua ini sering menunjukan bentuk cembung, kecuali pada
daerah-daerah yang yang mempunyai stuktur sangat aktif. Volume endapan sedimen
yang dapat mencapai lereng benua dan continental rise ini akan sangat
bergantung pada lebarnya shelf dan jumlah sedimen yang ada.
Continental rise
dan cekungan laut dalam membentuk sekitar 80% dari total dasar laut. Bagian
lebih dalam dari continental slope dibagi menjadi dua fisiografi, yaitu :
1.
Lantai Samudra (ocean floor), yang dikarakteristikan
dengan kehadiran dataran abisal, perbukitan abisal (< 1 km) dan gunungapi
laut (> 1 km)
2.
Oceanic Ridges
Dataran abisal
merupakan daerah yang relatif sangat datar, kadang-kadang menjadi sedikit
bergelombang karena adanya seamount. Beberapa dataran abisal juga kadang-kadang
terpotong oleh channel-channel laut dalam. Pada pusat cekungan laut dalam
biasanya terendapkan sedimen dari material pelagik. Mid-oceanic ridges
memanjang sejauh 60.000 km dan menutupi sekitar 30 – 35% dari luas lautan.
2.
Dasar samudra (oceanic basins atau abyssal plain)
Abysal
plain/oceanic basin adalah permukaan dari oceanic crust yang datar akibat
deposisi sedimen yang terus- menerus menutupi relief dasar laut. Terbentuk
biogenic sedimentary structures seperti trail, burrow, boring akibat aktivitas
organisme benthic (organisme yang hidup di dasar laut).
Transport Laut
Dalam
Aliran turbidit
merupakan salah satu jenis aliran yang sangat banyak dilakukan kajian oleh para
peneliti. Aliran turbidit pada prinsipnya dapat terjadi pada berbagai macam lingkungan
pengendapan, tetapi aliran turbidit lebih sering ditemukan pada lingkungan laut
dalam. Pada lingkungan laut dalam sebenarnya terdapat beberapa proses transpor
yang dapat terjadi (Boggs, 1995), yaitu :
1.
Transport suspensi dekat permukaan oleh air dan angin
2.
Transport nepheloid-layer
3.
Transport arus tidal pada submarine canyon
4.
Aliran sedimen gravitasi
5.
Transpor oleh arus geostrophic contour
6.
Transport oleh floating ice
Transport oleh
aliran gravitasi adalah transpor yang mendominasi dan banyak dijadikan kajian
sejak beberapa tahun kebelakang. Sedimen dengan aliran gravitasi merupakan
material-material yang bergerak di bawah pengaruh gravitasi. Aliran gravitasi
ini secara prinsip terbagi menjadi empat tipe dengan karakteristik endapannya
masing-masing.Keempat tipe tersebut adalah :
1.
Aliran arus turbidit
2.
Aliran sedimen liquefied
3.
Aliran butiran (Grain Flow)
4.
Aliran Debris (Debris Flow)
Kuenen
dan Migliori (1950) dalam Allen (1978) memvisualisasikan aliran turbidit
sebagai aliran suspensi pasir dan lumpur dengan densitas yang tinggi serta
gravitasi mencapai 1,5 – 2,0. Ketika aliran melambat dan cairan turbulence
berkurang, maka aliran turbidit akan kelebihan beban, dan diendapkanlah
butiran-butiran kasar. Beberapa percobaan menunjukan bahwa aliran turbidit secara
umum terbagi menjadi empat bagian, yaitu kepala, leher, tubuh dan ekor.
Pengendapan dengan aliran turbidit merupakan suatu proses yang sangat cepat,
sehingga tidak terjadi pemilahan dari butiran secara baik, kecuali pada grading
yang normal pada sekuen Bouma (Nichols, 1999). Pasir yang terendapkan oleh
aliran turbidit umumnya lebih banyak berukuran lempung, mereka sering
diklasifikasikan sebagai wackes dalam klasifikasi Pettijohn.
Kipas Laut
Dalam
Ngarai (canyons)
pada shelf merupakan tempat masuknya aliran air dan sedimen ke dalam laut dalam
(Gambar VII. 37). Hal ini dapat dianalogikan dengan pembentukan alluvial fan.
Pada setting laut dalam, morfologi kipas juga dapat terbentuk, menyebar dari
ngarai-ngarai dan membentuk menyerupai kerucut (cone) pada lantai samudera.
Morfologi tersebut terkenal dengan sebutan kipas bawah laut (submarine fans).
Ukuran dari kipas bawah laut ini sangat bervariasi, terbentang mulai dari
beberapa kilometer sampai 2000 km (Stow, 1985).
Proses
sedimentasi yang terjadi pada kipas bawah laut ini umumnya didominasi oleh
sistem aliran turbidit yang membawa material-material dari shelf melalui
ngarai-ngarai. Proses sedimentasi ini membentuk trend yang sangat umum, dimana
material yang kasar akan terendapkan dekat dengan sumber dan material yang
halus akan terendapkan pada bagian distal dari kipas. Kipas bawah laut modern
dan turbidit purba terbagi ke dalam tiga bagian, proximal (upper fan), medial
(mid fan) dan distal (lower fan).
Upper
fan berada pada kedalaman beberapa meter sampai puluhan meter dengan lebar bisa
mencapai ratusan meter. Kecepatan aliran yang sangat cepat pada daerah ini
menyebabkan endapan yang terbentuk berupa endapan tipis, tanpa struktur sedimen
atau perlapisan batuan yang kasar (Nichols, 1999). Jika didasarkan pada sekuen
endapan turbidit dari Bouma, maka pada daerah ini banyak ditemukan endapan
dengan tipe sekuen “a”, sedangkan pada overbank upper fan dan channel sering
ditemukan sekuen Bouma bagian atas (Tcde atau Tde). Pada
daerah mid fan, aliran turbidit menyebar dari bgian atas kipas (upper fan).
Pada daerah ini endapan turbidit membentuk lobe (cuping) yang menutupi
hampir seluruh daerah ini. Unit stratigrafi yang terbentuk pada mid fan lobe
ini, idealnya berupa sekuen mengkasar ke atas (coarsening-up) serta adanya
unit-unit channel. Pada mid fan lobe ini sering ditemukan sekuen boma secara
lengkap “ Ta-e dan Tb-e”. Kadang-kadang aliran turbidit
yang mengalir dari upper fan dan melintasi mid fan dapat pula mencapai daerah
lower fan. Daerah lower fan merupakan daerah terluar dari kipas bawah laut,
dimana material yang diendapkan pada daerah ini umumnya berupa pasir halus,
lanau dan lempung. Lapisan tipis dari aliran turbidit ini akan membentuk divisi
Tcde dan Tde. Hemipelagic sedimen akan bertambah pada
daerah ini seiring dengan menurunnya proporsi endapan turbidit (Nichols, 1999).
Lingkungan
laut dalam merupakan daerah yang dimulai dari lingkungan shelf pada zona break, secara topografi ditandai dengan kemiringan
yang curam dibandingkan dengan shelf.
Secara fisiografi, lingkungan laut dalam ini dibagi menjadi 3 lingkungan
pengendapan yaitu, lereng benua (continental
slope), tinggian benua (continental
rise) dan cekungan laut dalam.
Selain ketiga
lingkungan pengendapan tersebut di atas, lingkungan laut dalam juga ditemukan submarine canyons
pada shelf edge yang
umumnya berhubungan dengan
endapan delta.
Dalam buku AAPG Memoir 33
(1983) lingkungan pengendapan laut dalam dibagi
menjadi menjadi 2 kelompok
yaitu lingkungan tepian
cekungan (basin margin environment,
Gambar 4.10) dan
lingkungan pelagik (pelagic
environment, Gambar 4.11). Cook & Mullins (1983) menyatakan bahwa lingkungan pengendapan tepi
cekungan juga dikenal sebagai lingkungan lereng laut dalam (deep-water
slope environment). Walaupun terdapat perbedaan antara basin (cekungan)
dengan lereng
(slope), namun dalam diskusi buku ini dianggap sama untuk
memudahkan pengertian bagi para pemula dan mahasiswa. Enos & Moore (1993)
menjelaskan bahwa beberapa lingkungan carbonate
slope dapat berubah menjadi basin floor
dan tidak lagi memperlihatkan perbedaan topografi dengan basin
environment. Kedua tipe lingkungan tersebut merupakan tempat terakumulasinya sedimen halus dari lingkungan
pelagic dan hemipelagic.
Gambar 1.Lingkungan pengendapan tepian cekungan (basin
margin environment). Sumber Cook & Mullins (1983).
Pada
lingkungan pelagic, sedimen yang terbentuk utamanya berasal dari biogenik, seperti a). calcareous ooze (e.g., foraminifera)
yang terbentuk di atas calcite
compensation depth (CCD) atau di atas kedalaman ~ 4000 m; b). siliceous ooze (e.g., radiolarians, diatoms) yang
terbentuk antara CCD dan
kedalaman ~6000 m
(dimana silika
mengalami pelarutan). Pada kedalaman tersebut siliceous ooze terakumulasi dan
akhirnya membentuk chert. Sedimen yang terbentuk pada
lingkungan hemipelagic terdiri atas
sedimen-sedimen berukuran halus yang terendapakan secara suspensi.
Proses
pengendapan di air, terbentuknya berupa timbunan di laut dan akan berakhir di
air hangat. Namun pada kenyataan yang sering dijumpai, beberapa dikarenakan
oleh aliran sungai. Ini juga termasuk timbunan di danau dan delta. Keseluruhan
proses pengendapan hingga saat ini dapat diamati dalam berbagai bentuk walaupun
ada beberapa aspek pengendapan yang tidak sempurna. Kemungkinan ini digunakan
untuk mengklasifikasikan cara utama dimana material mengendap karena
perpindahan air.
Wilayah
atau kedalaman dimana mineral aragonit mulai melarut pada kedalaman sekitar 600
meter disebut lysocline dan pada kedalaman sekitar 2000 meter merupakan zona
dimana aragonit tidak terbentuk lagi atau dikenal sebagai Aragonite
Compensation Depth (ACD). Sedangkan mineral kalsit mulai melarut pada kedalaman
sekitar 3000 meter dan pada kedalaman sekitar 4200 meter tidak ditemukan lagi
mineral karbonat atau disebut Calcite Compensation depth (CCD)